Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

Tanpa Teh atau Kopi

- I -


Berkutat dengan waktu dan alam bawah sadar cukup melelahkan, sejujurnya. Seperti kamu yang akhir-akhir ini menguasai malam setelah lelah ku, di dalam lelap ku, dan paras yang muncul di pagi ku. Kau sungguh mengendalikan masa ku saat ini. Saat aku terdiam sejenak dari hingar bingar, jeritan bocah, serta nafas tak enak dari raja penjilat, kamu muncul mengelilingi lamunan ku. Setiap aku kosong, kau mengisinya dengan sisipan masa ketika kita berdua besama. Lalu ku duduk sejenak. Ku lepaskan satu hembusan nafas panjang dan ingin segera mengisinya dengan kalimat-kalimat nyata dari sekitar ku. Ku teringat pada satu cangkir istimewa dengan yang hendak ku isi dengan satu gelas air hangat, polos, tanpa teh atau kopi, bahkan gula. Hanya ingin satu kehangatan yang mengalir di tenggorokan kering ku sehabis menatap sinis bocah tanggung usia yang sibuk, kebingungan, membaca soal dan angka.


- II -


Sungguh, aku sangat terbiasa melamun, membuat dunia ku sendiri, dan berbahgia di sana. Bahkan bermain drama dengan karakter yang telah aku ciptakan. Seperti mengendalikan takdir. Aku bisa menciptakan tawa serta tangis. Amarah yang memuncak. Dan bahkan sering tragis. Kecenderungan yang tak biasa. Hal ini sering ku lakukan ketika perjalanan jauh dan membosankan. Di sana, ku nikmati dengan fatamorgana dalam satu potongan kaca bis, dan siluet pohon-pohon yang berlarian.


Aku membuat film, tentang kamu dan aku. Tentang pertentangan yang mungkin terjadi. Tentang tragedi yang akan menghadang. Tentang, ingin ku, kamu menjadi karakter impian. Dan mau ku ketika kita bersama. Egois, tampaknya. Tetapi, aku lah penciptanya.


- III -


Ku ingat dan terbayang, pada satu kutipan mimpi tentang satu pantai:


"Kita ke pantai. Berjalan sambil berbagi cerita. Mengenal mu di atas pasir putih dan deburan ombak. Membasuh kaki di dalam genangan air garam dan mencari umang. Pasti banyak sekali tawa dan bahagia. Karena bisa ku genggam tangan mu erat, kita duduk di atas karang-karang kokoh yang tak tajam. Ku bertanya, "Di mana angin akan membawa takdir kita?"

aku mengaharapkan kau akan menjawab, "Di setiap angin berhembus dan di setiap detik engkau bernafas, menuju paru-paru mu dan mengeluarkan rindu."

Aku bertanya kembali, "kapan kita bisa bertemu kembali?"

Aku ingin engkau tersenyum dan berkata, "Ketika rindu itu menggebu dan menyatukan kita. Tak perlu pantai atau pasir putih di sini, jika perlu setiap pantai selatan kan kita jajaki."

Aku bertanya untuk kesekian kali, "Apakah mungkin kita berjodoh?"

"Kita sudah berjodoh." Kau meyakinkanku

Indah ya?

Lalu kita berjalan kembali, membuat jejak-jejak kaki. Menggambar hati."


- IV -


Seindah itu lah. Tapi tak senyata ketika ku sendiri mengais cahaya-cahaya redup yang masih tersisa dari senja yang jingga. Hanya itu satu-satu pengharapan ku. Satu persatu aku simpan dalam bohlam mungil yang aku dapatkan dari penjual toko di Jalan Sudirman, dan menyelamatkan puing-puing terakhirnya. Ku gantung di langit-langit kamar ku, setidaknya sebagai penerang, penghangat ketika aku terlelap di kala hujan berteriak riak bersama jeritan angin malam. Dramatis, sesungguhnya semua yang tergaris di benang takdir ku. Tapi warna nya sering berubah drastis. Dari merah, warna asli nya ku pikir, menjadi hitam kelam, dan sering pun membiru. Hanya satu atau tiga kali menjadi hijau atau kuning. Dan terkadang sesuai dengan ururtan mejikuhibiniu. Terkadang.


Hingga pada satu titk, ketika kau melepaskan ingin mu untuk bebas dari cengkraman ku. Kau melaut dan telah menemukan tanah mu yang mungkin selama ini selalu kau cari. Di samudera, ku curahkan semua keluh-kesah ku. Butir-butir keringat dingin ku. Bulir-bulir tetesan dari tiap-tiap pori-pori kulit ku. Banyak garam di sana. Dan bisa kau bayangkan betapa melelahkannya semua itu.


Mungkin kau ingat dengan ini:


"Sungguh, aku merasa pilu. Melepas mu, tak semudah mengikhlaskan mu. Hanya perlu waktu, ku asumsikan begitu. Aku sangat membutuhkan terapi hati agar tak terlalu menganggu masa-masa ku bersama dunia. Karena nyawa ku hanya satu.

Kekasih ku yang dulu, aku mau aku keliru. Bahwa aku masih menginginkan mu. Bahwa aku merindukan mu.

Bahwa aku membenci ketika aku telah sangat bergantung pada mu.

Waktu, bantu aku lepas kan mu."


Dan telah ku lepaskan mu. Hanya dari konsep manusia tentang sebuah pertalian yang diucapkan. Tetapi nyatanya, kita masih terbelenggu. Kau pun sadar dan menyerah dengan ingin ku. Aku tidak tertawa puas, hanya saja semua proses melelahkan ini begitu menyulitkan bagaimana kita berpikir. Bagaimana kita menginginkan hidup yang lebih bermakna dengan semua yang kita miliki. Dan kita memutuskan untuk kembali. Walaupun kau bersikukuh untuk tak terlalu bergantung pada mu. Aku tahu. Dan aku telah siap. Hanya saja, berikan, sisipkan, dan luapkan setiap kasih yang kita miliki dalam waktu yang tak kita tahu di mana ujung nya.


- V -


Kosong.


Tak seperti dulu, memang. Begitu segala sesuatu cepat berubah. Karena manusia. Dan aku belum tahu pasti, bab VI akan ku isi dengan cerita seperti apa. Ku tunggu, skenario Mu, tuhan ku....

No comments:

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.