Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

Lintang [Merengkuh Malam]

Merengkuh malam sehabis hujan turun, dan begitu ku rindukan bulan separuh semalam kemarin yang begitu melenakan. Sehingga ku rindukan masa sebelum sekarang. Di atas pondok bambu, dengan api temaram yang dibakar di atas obor sederhana. Asapnya mengepul hitam, tertiup angin dan menuju langit semesta. Beberapa pondok lainnya mulai ramai pengunjung yang tertawa lepas dan melepas rindu. Betapa bahagia bisa ku nikmati senyum-senyum indah, kilatan cahaya kamera, dan kebersamaan yang diselipkan canda tawa. Ingin bisa ku nikmati satu sendau gurau mereka dan ikut tertawa, jika mungkin hingga puas terbahak. Dan di antara mereka tersenyum pada ku. Tak ku balas, tetapi ku tatap dengan hati-hati. Ku perhatikan dengan seksama, dia begitu indah. Dia tampak ku kenal bahkan sebelum ku bayangkan bisa berada di antara kawanannya. Dagu ku terasa berat hingga perlu penopang untuk tak membuatnya jatuh. Dan dia ikut tertawa dengan memejamkan matanya. Tampak lelah tetapi berjuang melawan kantuknya. Sering menguap dan menggelengkan kepala tanda bertahan dari letihnya. Satu gelas kopi yang telah dipesan kedua kalinya. Dan aku tahu. Tak kusadari telah memperhatikannya cukup lama.

Sungguh ku sesali karena senyumnya tak bisa ku balas. Aku terlalu merasa canggung dan tak memahami situasi yang ada. Andai ada banyak petunjuk dan cara agar ku bisa kembali tersenyum padanya. Tapi leher ku tampaknya terlalu berat dan kurang minyak untuk bisa mengikuti kata hati ku. Akhirnya aku hanya terdiam sembari meliriknya dan sekali-kali mencuri pandang. Dan dia diam merenung. Tak satu hati dengan kawanannya. Menguap kembali dan sering melirik jam tangannya.

Dia melirik ku kembali. Langsung menuju mata ku. Tak sadar kami pun saling bertatapan tajam. Tak mengerti apa yang terjadi selama beberapa detik berlangsung, tetapi aku merasa ada sesuatu yang dia selipkan dibalik tatapannya. Sebuah mantra. Hingga aku tak tahan untuk menatap tanah, diantara kedua kaki ku dan diam membisu. Hati ku bergitu berdebar tak tentu, hingga akhirnya aku pamit menuju kamar mandi.

Aku basuh muka merah ku yang ku rasa semakin hangat, dengan kedua telinga panas ku. Aku sungguh malu. Dan tentu merasa bodoh. Bahkan rasa lapar ku yang telah menuntutku dari jam sebelum maghrib hingga isya, tak ku rasa. Kebal. Bebal. Sebal. Ku tarik satu tarikan nafas panjang, meskipun akhirnya aku menyadari bahwa menarik nafas di tempat yang tidak tepat. Segera ku menuju keluar pintu toilet untuk mendapatkan udara yang lebih segar.

Ku ambil satu tempat di dekat ujung pohon sedang yang tak terlalu rindang dan tampak bisa meneduhiku dari angin yang berhembus cukup kencang. Ku ambil secangkir teh manis hangat yang telah ku pesan sebelumnya. Bersama satu piring kecil camilan asin, serta beberapa potong salad buah. Teringat sesegera harus mengenakan jaket kulit yang baru ku beli akhir bulan Februari lalu, aku pun kembali menuju pondok. Kawan-kawan ku tampak sumringah, tetapi aku tak bisa merasakan semuanya. Dan aku kembali bersama pohon, angin, dan pemandangan kota dari puncak pondok.

Beruntung sekali malam ini, karena lintang yang sungguh bertaburan bagai berlian yang tersaji di atas kain hitam pekat, tanpa bulan dan awan. Hanya saja angin yang bertiup bagai aliran sungai deras di Citarik saat hujan turun. Ku berandai-andai, jikalau saat ini aku bisa bersama nya. Bersama masa lalu ku yang tak mudah ku hapus. Yang terlalu sukar untuk bisa aku ikhlaskan. Tanpa sadar, aku telah banyak melukiskan namanya di atas tanah dan menghancurkan sebagian rumputnya. Lagi. Meskipun alam telah menyajikan berbagai keajaiban panorama malam, tetap bayangannya melekat di balik pundak ku. Membebani ku dengan beribu penyesalan dan menarik ku kembali ke lorong tak berakhir. Tidak mustahil hilang, membutuhkan sedikit lagi waktu untuk segera melepaskannya. Dan aku harus bersabar. Aku yakin semesta akan segera mendukungku. Melepaskan mu.

Ku tarik satu helaan nafas panjang, kembali. Menatap satu titik tepat di titik cahaya yang berkelap kelip bagai mercusuar di pantai selatan. Menembus lintang, serta satu rembulan setengah lingkaran yang terombang-ambing oleh desiran angin di atas bumi, di atas langit, dan di bawah andromeda.

Semilir angin yang ramah sedikitnya bisa menyejukkan rindu ku yang telah lama bertahan. Dengan satu bau khas yang membuat ku bergairah untuk segera menutup mata dan merasakan setiap gerak tubuhnya, mendengar derap langkahnya, serta menggambarkan lekuk parasnya. Ketika ku buka mata, kau telah berada, berdiri kokoh di samping ku. Kau tampak begitu tinggi tepat di bawah langit-langit bertabur bintang. Melirik ku dan tersenyum ceria. Aku rasa aku telah membalas senyum mud an membuat mu tertawa lebar. Tanpa suara. Hingga kau malu, menutup tawa mu, dan kembali tersenyum manis. Lalu kita kembali menikmati lintang.

No comments:

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.