Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

Dalam Memori [Maya]

Satu gelas teh hijau hangat dan saat hujan turun sebelum dzuhur berkumandang. Meski Bi’Lilis telah menyiapkan menu makan siang nanti, aku tak ingin melahapnya segera karena bosan ku rasa. Rintikan hujan tipis di jendela kamar ku melukiskan masa saat ku berada tepat di samping mu, ketika tangan-tangan kokoh mu menguasai jalanan Tol Cipularang menuju Jakarta. Kau meminta ku terus bercakap banyak karena senang mendengar ratusan cerita di hidup ku. Dan aku tidak keberatan sama sekali. Meskipun terkadang aku harus telanjang fakta tentang masa-masa kecil hingga remaja ku yang tidak terlalu menyenangkan. Kau paham. Kau tersenyum lalu sejenak menggenggam jamari-jemari ku yang kedinginan karena AC mobil yang terlalu kencang.


Kau selalu bertanya, “Apa yang kamu pelajari dari semua itu?”


Dan aku akan sejenak berpikir, mencari kalimat yang tepat namun bijak, sekaligus kembali mempertanyakannya “Agar aku bisa terus mencari kebahagiaan yang sesungguhnya?”


“Apakah kamu sudah menemukannya?” Kau kembali mempertanyakan jawabanku.


Aku menatap mu cukup lama. Memperhatikan lekukan paras mu. Begitu sederhana namun sempurna tuhan menciptakannya. Setidaknya kau memiliki hidung yang tak sependek diri ku, rambut dan jambang yang begitu menggoda, mata mu cukup besar dan bulat, rambut pendek -sedikit bergelombang, serta senyuman yang menawan. Dan tiba-tiba ku bertanya pada hati sendiri, “Apa ini kebahagiaan yang aku cari?”


“Apa saat bahagia ku saat ini sama kamu adalah bentuk kebahagiaan yang aku cari selama ini?” Aku kembali bertanya pada mu.


“Jika kamu telah menganggap aku sebagai sumber bahagia mu, mengapa kamu masih selalu tak yakin dengan bahagia mu?”


Aku diam membisu. Tak mampu ku ucapkan satu patah kata pun. Ku perhatikan rintik hujan telah menjadi butiran air deras dari langit, awan pun telah menjadi abu pekat, dan suara gemuruhnya mengaum dan menggelegar keras.


Dan kau menggeganggam lagi erat tangan ku. Hangat. Bahkan tak ku rasa hujan telah berbaur dengan bumi.


Aku bahagia, sungguh. Hanya saja, aku pikir aku tak akan pernah bisa membuat mu bahagia seperti kau membuat ku bahagia. Tak adil rasanya, jika kau hadir hanya untuk menghadiahkan ku berbagai tawa, sementara tak sedikit pun bisa ku buat mu bersuka cita. Meskipun ku tahu akhirnya kau akan mengucapkan beribu terima kasih karena aku bisa memberikan mu cinta.


Aku hendak bertanya satu hal yang selalu ku pendam dari awal September lalu. Tetapi aku takut jika jawabnya akan mengecewakan ku.


“Tanyakanlah apa yang kamu perlu tanyakan. Jangan menyimpannya dengan gelisah seperti itu.” Kau mampu membaca pikiran ku.


Aku ragu untuk mengatakan semuanya. Dan kau pun mulai tertawa manis. Kau sedikit menggoda ku tampaknya. Dan aku pun tersenyum manja.


“Apa yang membuat mu mempertahan ku? Aku kan hanya seorang mahasiswa sederhana, tak pintar, dan tak berparas peri. Kamu tahu semua sifat-sifat buruk ku. Kamu tahu kebiasaan-kebiasaan tak logis ku. Dan kamu pun tahu aku masih tak seimbang dalam emosi ku. Kamu mapan dan menarik. Dan aku….”


Aku seperti siap terlempar dari mobil mu berjalan menyusuri Tol Cipularang menuju Bandung. Pikir negatif ku telah banyak menguasai rasa takut ku. Dan kau cukup lama terdiam. Kau mungkin menyiapkan kata-kata yang tak akan terlalu menyakiti ku.


“Aku bukannya tak tahu, tetapi belum ku temukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan ku ketika bersama mu. Dengan hanya melihatmu tersenyum ketika aku ada bersama mu, aku bisa langsung merasakan bahagia yang mungkin selama ini aku cari. Seperti mu, aku pun telah lebih dari seperempat abad mencari bahagia ku.”


Kau melirik ku sejenak dan kembali memperhatikan jalanan.


“Pernah, ketika aku menjemput mu di Sekolah tempat mu praktik mengajar, ku perhatikan betapa indahnya dunia mu. Banyak sekali orang-orang sekitarmu yang begitu menyayangi mu. Dan aku ingin sekali menjadi salah satu nya. Dan aku ingin tahu, apa yang membuatmu begitu disayangi. Dan sekarang aku tahu. Ketika kamu bahagia, aku pun dapat merasakan hal yang serupa.”


Aku hampir tak tahan menanahan diri untuk segera memeluknya. Dan aku tahu kau belum selesai mencurahkan semua rasa yang ada di benak mu. Dan aku menunggu.


“Sadarkah kamu, mengapa aku selalu meminta mu untuk selalu bercerita banyak hal? Tentang mu? Kegiatan mu? Dan apa pun yang ada di benak mu?


Aku hanya menggelengkan kepala ku.


“Karena kau memiliki skenario paling indah yang tuhan berikan pada mu.”


“Aku tidak paham.” Aku bertanya.


“Kamu diberikan anugerah yang sangat berharga. Cara mu menyayangi orang lain. Dan aku menikmatinya. Dan aku bahagia. Terima kasih.”


Ingin segera bisa ku injak salah satu kaki mu dan menginjak rem. Agar kita berhenti sementara. Memeluk mu. Dan memberikan mu kecupan. Tapi aku tak mampu. Aku hanya bisa terharu seperti seorang gaids kecil yang baru dibelikan hadiah di saat hari ulang tahunnya ketika semua orang lupa dengan perayaan besarnya.


“Dan kamu begitu tulus pada ku. Aku sungguh menyayangi mu.”


Dan aku tersenyum. Ku genggam erat tangannya. Ku perhatikan lagi tarikan otot bibirnya yang menyungging, mengisyaratkan senyumannya. Aku sungguh bahagia. Ku tarik panjang nafas dan mulai menutup mata ku. Ingin segera terbangun dari mimpi yang begitu indah, jika ini hanya sebuah fantasi. Tetapi itu nyata. Bagian indah dari masa lalu ku ketika rintikan hujan tipis di jendela kamar ku melukiskan masa saat ku berada tepat di samping mu ketika tangan-tangan kokoh mu menguasai jalanan Tol Cipularang menuju Jakarta.



Sukabumi, 23 April 2011. Saat rintikan hujan tipis di jendela kamar ku.

No comments:

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.