PENYINTAS
PENYINTAS
Suara-suara itu melemahkanku,
bergaung lantang dan sumbang.
Gawai serta kertas bercerita sendu
tentang tamu baru yang masih remang,
Mereka masih misteri,
hanya dipanggil geng Kopid,
yang berkeliaran hilang bunyi
tetapi lebih populer dibandingkan Brad Pitt.
Telinga kiriku memerah,
“Ayo beli sayuran ke pasar.”
Telinga kananku memerah
“Cukup dengan pesan-antar.”
Dadaku berdegup kencang,
“Tamu
kehormatan sedang asyik berkumpul di pasar!”
Perutku
berontak biang,
“Masa
mau mati kelaparan?
Tutup
hidung dan mulut mu dengan kain padan!”
Langkahku
berderap berat;
tak
tampak tamu-tamu terkenal di teve di pasar.
Mataku
memandang pekat;
tak
jua ku lihat orang peduli dengan gusar.
Lepas dua kantung sayur dan bumbu sambal
“Apa semua teve hanya membual?”
Lepas membuka gawai dikepal,
“Teman dari saudaraku di kota besar meninggal.”
Dadaku berdegup kencang,
“Tamu
kehormatan sudah memakan korban!”
Otakku
tak tampak gilang,
“Aku
kapan?”
Lemas,
Dudukku belas.
Otakku
berdebat seru,
“Kita
manusia maju!”
Naluriku
berjuang tiru,
“Jangan
ragu! Kita insan berilmu!”
Perlahan, ku duduk tenang
membaca setiap
kata,
mendengar setiap suara
mencerna setiap warta,
merencanakan setiap
krida,
melantaskan
setiap pewara,
menyintas agar berjaya.
No comments:
Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.