Semakin Jauh
Aku menemukan mu di sebuah
gudang kecil di belakang halaman rumah mu. Tali-tali pendek yang mengikat mu di
dinding membuat mu tak banyak bergerak. Kamu hanya tersenyum kecil sembari
mencoba satu buah sepatu usang yang lama telah lepas dari kaki kanan mu. Kau
sesekali malu menutupi wajah mu dengan serbet kecoklatan yang menggantung di
meja di dekat tali-tali itu diikatkan.
“Tolong berhenti melihat
ku! Sebaiknya kamu pergi sebelum ayah
melihat kita!” Kamu memohon.
“Aku hanya melihat mu dari
jauh, kenapa harus takut?” Aku bertanya. Mempertanyakan. Penasaran.
“Karena aku diberi makan
oleh beliau. Karena baju yang aku pakai ini beliau belikan. Karena gudang ini
beliau tinggalkan agar aku tak kedinginan, kehujanan, dan kepanasan. Karena
beliau memberikan aku kehidupan!” Dia
menjawab dengan hati-hati.
Aku diam sejenak dan
bepikir.
Aku hendak masuk ke dalam
gudang dan dengan ceroboh melepaskan semua tali yang mengikatnya, tetapi kamu
dapat membaca gerak-gerik ku dan langsung berteriak, “Jangan pernah mencoba
menolong ku karena kamu tidak akan mampu! Bukan karena tak mampu melepaskan
tali yang mengikat ku, tetapi karena kehidupan setelahnya yang akan kamu
tanggung. Aku belum mampu hidup bersama kamu pula. Dan kamu pun tahu, kan?”
“Ya!” Hanya itu kata yang
mampu aku lontarkan dari milyaran kata yang ada di dunia.
“Apakah kamu boneka?”
Tiba-tiba aku bertanya satu hal bodoh, menurut ku.
“Bukan! Aku juga manusia.
Seperti kamu. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Dia penasaran dengan
pertanyaan ku tadi.
“Bagaimana tali-tali itu
mengikat mu tanpa simpul sama sekali?” Aku kembali bertanya.
Kamu diam termenung.
Seperti berpikir. Seperti mempertanyakan kembali pada dirinya mengapa tali itu
menempel, bukan mengikat dengan simpul. Dia menoleh ke belakang dan tak mampu
melihatnya dengan jelas.
“Sebaiknya kamu pergi!”
Dia meminta dengan tegas, “Karena sebentar lagi beliau pulang dari kantor.
Karena sebentar lagi beliau akan membawakan ayam goreng kesukaan ku. Karena
beliau akan segera mengunci gudang agar aku aman dari gelapnya malam. Agar aku
hidup!”
Kamu banyak mengedipkan
mata. Seperti lelah.
Kadang menatap ku dengan
ragu. Lalu kembali bertanya, “Mengapa kamu selalu menemui ku. Aku sudah pergi
meninggalkan mu. Aku sudah terikat, maksud ku terikat tanpa simpul. Maksud ku
aku sudah memiliki kehidupan lama ku. Aku sudah di sini. Kamu tahu maksud ku
kan? Jadi sebaiknya kamu pergi, tolong!”
Kamu tampak tidak tenang.
Ketakutan. Sesekali melihat ke luar pintu di samping ku.
Kamu bersandar
membelakangi dinding. Kamu membenamkan diri diantara kedua lutut mu. Kamu diam
dan tak lagi bersuara.
“Pergilah! Hidup ku
terikat di sini. Kamu harus pergi!” Dia tiba-tiba memohon dengan suara
paraunya.
Aku mengalah. Aku pergi
menjauh.
Aku melangkahkan kaki ku
dengan berat.
Tak berapa lama, aku
mendengar suara pintu tertutup keras.
Aku menoleh mencari tahu.
Pintu gudang sudah tertutup rapat.
Aku duga ayah mu telah
pulang. Ayah mu telah membawakan ayam goreng kesukaan mu. Ayah mu membawakan
baju baru untuk mengganti baju usang yang kamu pakai. Ayah mu memberikan mu
kehidupan.
Tapi aku masih
mempertanyakan, “Mengapa ayah mu tak pernah mau mengganti sepatu usang yang
sudah lama kamu pakai itu?”
Aku mengela napas.
Aku berjalan semakin jauh.
Meninggalkan mu.
Saya baca dua kali baru mulai mengerti ceritanya Mas Achdi. Berat sekali tampaknya penderitaan anak itu. Apa cerita ini masih ada lanjutannya?
ReplyDeleteJadi penasaran, kenapa sebenernya kak? Auto menunggu kelanjutannya
ReplyDeleteSepasang sepatu usang ya pak...
ReplyDeleteApa sebenarnya yang terjadi???
Next ditunggu kelanjutannya...
Hiks, meski sepatunya telah usang tetapi pasti dia sudah memberikan banyak jasa buat pemakainya ya... begitulah hidup, ada masanya. Yang lama tergantikan oleh yang baru. Seneng nih baca karya Pak Guru, nyastra banget ya
ReplyDeleteApakah ini memiliki makna lain? Hehe. Soalnya dalem banget, tentang perasaan "diikat", tentang sepatu yang takpernah diganti.
ReplyDeleteCeritanya bikin penasaran dan berharap ada kelanjutannya. Menarik nih.
ReplyDeleteIya kenapa ayahmu tidak mau mengganti sepatu usang yg sudah lama di pakai... bakal ada episode lanjutannya . .
ReplyDeleteHem, bikin penasaran. tapi singkat ya... hehe...yuk ditunggu kelanjutannya
ReplyDeletePerlu baca dua kali untuk mamahami makna dalam cerpen ini hehe.. Ceritanya menarik dan dalem. Mungkin ada sedikit yang mengganggu om. Soal EYD. Kaki ku, ayah ku, melihat ku.. Itu sebaiknya digabung om.. 🙏
ReplyDelete