Kasur Lepek
Kau mengenggam tangannya dengan mesra. Kau memanggil namanya dengan manja. Kau banyak mendesah seakan oksigen yang ada tak cukup banyak kau hirup. Aku bergegas menutup mata dan menuju kamar tidur tanpa pintu, lalu membenamkan diri dalam imajinasi-imajinasi terburuk dari suara-suara yang bergaung di telinga ku. Aku sesungguhnya ingin pergi menjauh dari ruangan yang sekan tak ada satu pun lorong untuk ku lari. Aku kaku dan membisu di atas kasur lepek mu. Aku merasakan pilu tapi tak tahu apakah ini sebuah hati yang cemburu ataukah hanya sebuah ketidakmampuan ku untuk menciptakan suasana yang sama di depan mu. Aku masih belum memahami sejauh mana aku akan berpikir keras malam itu.
Kau berdiri dan meninggalkannya. Lalu menghampiri ku. Dan menarik salah satu kasur lepek mu yang biasa kau sandingkan di sebelah ku sembari menelisik kulit-kulit kepala ku sebelum terlelap. Menatap ku yang terkadang mendengkur lemah sehabis jam-jam keras ku. Bisa ku cium bau kalian berbaur ketika bercumbu. Ketika dua tubuh itu bergulat liar di samping jendela yang tak jauh dari rumput-rumput basah setelah hujan tadi sore. Aku diam membisu menyesali berada di sana. Menjadi saksi dan membasi.
Decak-decak basah yang kalian ciptakan diantara mulut dan lidah yang saling bersaing gairah. Tarikan nafas yang saling mengejar bersahutan. Dan aku hanya diam terkaku. Membungkam diri dengan satu buah bantal yang tak mampu meredam semuanya. Bahkan tegar pun bukan lah senjata yang ampuh untuk ku bertahan. Hanya keinginan ku bersahabat dengan waktu agar cepat membuat ku tertidur hingga adzan subuh esok berkumandang. Agar aku bisa menghirup udara segar di sepanjang jalan nanti!
Kau berdiri dan meninggalkannya. Lalu menghampiri ku. Dan menarik salah satu kasur lepek mu yang biasa kau sandingkan di sebelah ku sembari menelisik kulit-kulit kepala ku sebelum terlelap. Menatap ku yang terkadang mendengkur lemah sehabis jam-jam keras ku. Bisa ku cium bau kalian berbaur ketika bercumbu. Ketika dua tubuh itu bergulat liar di samping jendela yang tak jauh dari rumput-rumput basah setelah hujan tadi sore. Aku diam membisu menyesali berada di sana. Menjadi saksi dan membasi.
Decak-decak basah yang kalian ciptakan diantara mulut dan lidah yang saling bersaing gairah. Tarikan nafas yang saling mengejar bersahutan. Dan aku hanya diam terkaku. Membungkam diri dengan satu buah bantal yang tak mampu meredam semuanya. Bahkan tegar pun bukan lah senjata yang ampuh untuk ku bertahan. Hanya keinginan ku bersahabat dengan waktu agar cepat membuat ku tertidur hingga adzan subuh esok berkumandang. Agar aku bisa menghirup udara segar di sepanjang jalan nanti!
No comments:
Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.