Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

Danau dan Seonggok Kanu

Tak biasanya aku merasa terkekang oleh guyuran hujan yang jatuh deras mengguyur tanah kering di pekarangan seberang kamar ku. Aku pandai menikmati setiap tetesan tangis langit yang pedih karena panas bumi dan terik mentari. Ketika beberapa tetesnya mengalir di depan kaca jendela membentuk satu garis embun tak lurus dan pecahannya membasahi dedaunan yang semakin segar, bergairah. Karena akhirnya nanti, aku bisa bersembunyi di bailk kabut tipis yang dihembuskan bak kabut pagi di pegunungan pinus yang ramai oleh serangga dan nyanyian burung di ujung ranting. Jauh dari bising kota, celoteh perempuan-perempuan tua, ajakan kawan beradu tenaga, dan remaja iba. Bagai pensiun sebelum tua, aku akan merasa damai penuh suka cita.

Bahkan aku ingin mentari terbit tanpa sempurna dahulu karena sinarnya yang keemasan akan menghangatkan pori-pori kulit ku yang tertutup oleh uap kabut dan mencair sesaat setelah waktu subuh bermadu. Kemudian aku akan menarik nafas senikmat tembakau dan menghela melepaskan negatifitas yang menghitamkan saraf dan nadi ku. Aku masih ingin duduk di atas dedaunan yang sedikit basah sembari menyaksikan ujung dunia yang tertutup oleh jajaran pegunungan yang membiru.

Aku berdiri dan mendapatkan satu daun yang masih basah karena hujan semalam tepat di atas kepala ku. Daunnya sudah mengkerut. Aku lalu bergegas menuju danau di belakang rawa. Ada satu perahu kanu yang masih kuat membawa ku hingga ke tengah danau. Aku kayuh sekuat tenaga ku dan untuk langsung menyelam; menemukan banyak kehidupan di bawah permukaan air. Aku akan merasa lebih damai di sana. Dibawa entah kemana oleh arus yang mungkin tersiuk karena angin pagi yang tidak terlalu kencang atau mungkin oleh angin gunung yang mengaum keras. Seperti singa yang berlarian puas setelah berhasil menangkap mangsanya. Seperti seekor naga yang penuh keinginan untuk menghancurkan desa. Seperti aku yang berteriak ingin bebas dari kekangan dunia, menuju setelahnya.

Itu hanya imajinasi. Pada kenyataannya air di danau ini terlalu dingin untuk ku selami walaupun keluarga ikan dan bebatuan di bawah sana selalu mengajak ku berpetualang. Tak pelik akhirnya hanya satu bagian kepala dan leher ku julurkan untuk melihat sekilas, sekuat nafas ku bertahan di dalam air. Kadang hanya tampak gelap dan tak ada warna-warni yang selalu aku impikan. Kadang hanya beberapa rumput danau yang mengapung mati karena racun dan radiasi.

Aku apungkan daun yang kering di atas aliran air danau yang diterpa angin sepoi-sepoi yang sejuk; anginnya terselip di celah-celah kulit kepala ku. Aku merasa terbang menjauh dari kanu. Menjauh dari tanah yang telah puluhan tahun aku pijak. Apakah menuju setelah dunia? Masih belum. Karena aku masih termenung menatap permukaan air jernih yang semakin kotor oleh sampah-sampah plastik dari hari libur kemarin.

Aku tatap langit yang semakin cerah jingga karena efek sinar mentari. Ada serat-serat awan yang mengalir seperti sungai, bersama burung-burung dan suara-suara mu yang riak terdengar. Adakah kau disana? Mungkin mengawasi dan bersembunyi kembali ketika aku mengetahui semua gerak –gerik mu di belakang ku. Lalu berlari menjauh dan tak menoleh lagi.

Aku baik-baik saja di balik gunung ini bersama kanu di atas danau yang sedikit terkontaminasi. Tak perlu risau karena pada akhirnya aku akan sendiri. Kau adalah salah satu bagian yang akan mengisi memori pada satu rentang waktu tak tentu. Waktu berharga yang membuatku mengerti hidup dan semua tentang rasa yang tuhan berikan pada ku. Walaupun akhirnya aku akan selalu mempertanyakan arti, jalan, cara, serta diri ku sendiri.

Danau yang damai saat setelah waktu subuh sebelum mentari berkuasa, pohon pinus yang menjulang tinggi sebagai penghubung ku menuju langit dan angkas raya, dedaunan kering sebagai tempat ku berpijak bersama suara-suaranya yang renyah, dan auman angin dari belakang bukit di samping danau. Aku aman bersama mereka di sini. Karena aku yang menciptakan mereka semua, di dalam hati, bagian rapuh yang paling ku lindungi. Menjaga ku dari masa lalu dan masa-masa sulit yang tengah ku jalani.
Sungguh, aku pun merindukan mu. Mencoba kembali pada mu. Tetapi aku masih takut pada keramaian kota mu. Suara-suara resah saat kita berbincang rindu. Aku masih tak kuasa melipat ego ku dan menyimpannya di dompet kecil ku yang telah lepek karena hujan dan waktu.

Aku masih merindukan mu. Menginginkan mu. Tetapi baiknya aku menyepi di dalam dunia ku dahulu. Karena aku masih belu dan mampu menemukan satu bingkai foto yang mengabadikan satu genggaman jemari kita yang terjatuh di dasar danau itu. Do’akan aku agar berani menyelam dan menemukannya.

Sekarang aku akan menyelam dahulu dan mencarinya. Baik-baik lah di kota, jangan menoleh banyak hati dahulu. Semoga kita berjodoh kembali seperti masa bahagia dulu.

No comments:

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.