Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

CIREBON & KERATON KASEPUHAN


Terik matahari dan bau kota Jakarta yang tak menyenangkan menuju Stasiun Gambir di atas Bis Metro Mini membuat ku ingin cepat sampai dan menikmati AC di atas kereta Argo Jati. Tiba di stasiun Gambir dari Goethe Institute, Mentang Jakarta, setelah mengantar dua siswi, Silmi dan Rahayu, yang mendapatkan beasiswa untuk belajar Bahasa Jerman, aku dan Frau Siti Samsiah, mencari rombongan dari SMA Dwiwarna yang sudah tiba lebih awal di sana. Kami mendapatkan tiket keberangkatan pukul 13.20 menuju Cirebon untuk menyaksikan perhelatan akad pernikahan kawan kami yang juga rekan guru di SMA Dwiwarna, Bapak Harmoko, seorang guru Geografi yang paling dicintai oleh seluruh siswa dan civitas sekolah. 

Hadir dengan membawa pasukan penuh, Ibu Hj. Retno A beserta suami dan ketiga putranya, Ibu Euis Syamsiah dengan dua putranya, Ibu Rini Wiradisastra, Ibu Andi Siti Rachmawati, Ibu Eviaty, Ibu Ratih, Ibu Reni, Bapak Iwan, dan seorang siswa yang baru saja lulus, Ahmad Jaka. Masih kurang dua personil dari tiket yang sudah dipesankan, yaitu Bapak Matrisoni dan Bapak Agus. Sembari menunggu keberangkatan, kami memutuskan untuk shalat dzuhur membeli makanan cepat saji di dekat pintu masuk.

Pukul 13.00 kami mencari tempat duduk di gerbong 1. Meskipun tidak terlalu mewah, tapi cukup nyaman untuk perjalanan jarak cukup jauh menuju Cirebon. Bagasi untuk tas yang luas, satu bantal kecil, dua buah stop kontak untuk mengisi batere alat-alat elektronik, dan gerbong kereta yang tidak kotor sudah menjadi layanan yang cukup memadai.

Sejujurnya ini adalah pertama kalinya penulis naik kereta untuk perjalanan cukup jauh, selain itu, kot Cirebon, meskipun bukan pertama kalinya menurut versi orang tua penulis, penulis menganggapnya sebagai pengalam pertama karena menurut mereka penulis terakhir ke kot Cirebon kira-kira tahun 1986 [26 tahun yang lalu mana ingat!]. Sehingga ketika menemukan ada stop kontk untuk mengisi batere alat elektronik, penulis cukup ndeso karena sedikit takjub dengan hal itu. Dan tentu hal tersebut menarik perhatian ibu-ibu yang ada dan spontan menjadikan ku sebagai bahan gurauan mereka. Tak apa, penulsi anggap itu sebagai sebuah bentuk hiburan di awal perjalanan kami.

Sepanjang perjalanan, kamera tak pernah berhenti untuk mengabadikan momen-momen berharga yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Mata pun tak bisa dengan mudah lelah untuk pulas tertidur karena pada kenyataannya, kami banyak bercanda dan tertawa sehingga perjalanan selama 3 jam tak terasa. 

Tiba di Stasiun Kejaksaan Cirebon, kami dijemput oleh Pak Moko, sapaan akrab Bapak Harmoko, dengan sebuah mobil Toyota Avanza yang notabene tak akan cukup menampung segerombolan bocah-bocah petualang ini. Sehingga harus ada dua kloter untuk menjemput rombongan besar dari SMA Dwiwarna yang dengan antusias masih menikmati masa-masa liburan sekolah.

Di sekitar area parker luar stasiun Kejaksaan Cirebon, sudah ramai tukang becak yang menawarkan jasanya untuk mengantar wisatawan yang ingin berkeliling kota, atau sekedar hanya diantar menuju tempat tujuannya di kota Cirebon. Tak terlalu ramai jajanan yang ada di sekitar stasiun, hanya berupa Tahu Gejrot, Empal Gentong, Nasi Jamblang, dan beberapa toko kecil penjual camilan khas Cirebon.

Tak lama, jemputan datang dan kami pun tiba di Hotel Intan di Jl. Sam Ratulangi, Cirebon. Kami beristirahat sejenak hingga setelah shalat maghrib, kami memutuskan untuk menikmati angin malam Cirebon dengan menggunakan becak menuju Keraton Kasepuhan Cirebon. Seperti disuguhi sebuah wisata religi yang lebih mengarah pada hal-hal magis, tampak beberapa pengunjung merasakan sesuatu yang gaib di sana.
Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo didalamnya. Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yang dikeramatkan yaitu kereta Singa Barong



Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1529 oleh Pangeran Mas Mochammad Arifin II (cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506. Ia bersemayam di dalem Agung Pakungwati Cirebon. Keraton Kasepuhan dulunya bernama Keraton Pakungwati, sedangkan Pangeran Mas Mochammad Arifin bergelar Panembahan Pakungwati I. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada tahun 1549 dalam Mesjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.
Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama Alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan berbagai macam hukuman terhadap setiap rakyat yang melanggar peraturan seperti hukuman cambuk. Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

Sedangkan di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar -- sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun ditengahnya merupakan model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir

Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.

Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).

Pukul 21.00 kami kembali ke Hotel dan beristirahat.

Pukul 07.00 semuanya sudah siap untuk berangkat ke acara akad yang dilaksanakan di Perumahan di sekitar Jl. Malabar, Cirebon. Alhamdulillah, semua kegiatan lancar dan kami bisa menyaksikan kebahagiaan antara pasangan baru, Bapak Harmoko dan Ibu Putri. Pukul 10.00 kami kembali ke hotel untuk packing dan mencari oleh-oleh untuk dibawa pulang. Pukul 13.00 kami semua sudah berkumpul di Stasiun Kejaksaan Cirebon untuk menunggu keberangkatan menuju Jakarta Pukul 14.20.

Selama perjalanan, semua rombongan masih sangat bersemangat. Masih banyak terdengar celotehan ibu-ibu yang tertawa karena candaannya tehadap penulis, hingga Pak Iwan yang tak pernah bisa tahan untuk duduk berlama-lama sehingga keluyuran di sepanjang gerbong dan duduk ikut bercanda dengan ibu-ibu lainnya. 

Sempat ada satu gurauan dimana tiba-tiba Sensei "Enin" Eviaty meminta penulis untuk membelikannya beberapa butir telur asin khas Cirebon disaat 5 menit sebelum keberangkatan agar penulis ketinggalan kereta menuju Jakarta. Penulis merespon, "Mangga atuh enin, mana artosna?" [Silahkan, mana uangnya?]

Sontak semua kawan terbahak melihat betapa mengkhawatirkannya ekspresi dan betapa pasrahnya penulis untuk memenuhi keinginan seorang wanita yang tidak terlalu berdaya.

Kami tiba di Stasiun Gambir Jakarta, pukul 16.45 dan ketika hendak naik kereta menuju Bogor, waktunya terlalu sempit karena kereta menuju Bogor berangkat pukul 16. 48 sehingga kami tak sempat membeli tiket. Kami harus menunggu kereta pukul 17.21 dan sepanjang perjalanan menuju Stasiun Cilebut harus berdiri.

Alhamdulillah, hingga Parung tiba pukul 19.30 dan tak terasa liburan sudah berakhir karena keesokan harinya sekolah telah menunggu kami untuk melaksanakan lokakarya.

Semangat, Bapak-Ibu, Lokakaryanya J

*Sumber: Wikipedia

No comments:

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.