Mari Mampir!

Selamat datang di blog saya. Selamat menikmati menu beragam yang akan mengisi dahaga mu akan ilmu dan rasa lapar mu akan cerita tentang hidup. Jangan dulu meninggalkan meja makan ku sebelum kamu kenyang dan siap melangkah lagi. Salam kebajikan.
Breaking News
recent

Satu Pekan di Tanah Melayu


Bersama keluarga Bp. Hasan Basri
Malaysia bukanlah salah satu destinasi wisata yang menarik perhatian saya selama ini, terlintas untuk pergi ke sana pun, saya belum ada niatan, karena saya lebih tertarik dengan Negara-negara Asia tenggara lainnya, seperti Thailand, Kamboja, dan Vietnam; tampak lebih eksotis saja – mengingat pengalaman saya di Singapura, hanya menawarkan gedung-gedung tinggi dan pusat perbelanjaan. 


Tetapi, yang namanya rezeki yang tidak perlu ditolak kan?

Hal itu terjadi ketika ada orang tua siswa yang mengajak kawan saya, yang juga adalah guru di sekolah yang sama saya bekerja, untuk jalan-jalan ke Melaka. Awalnya saya ragu untuk bisa berangkat karena saya diberikan tanggung jawab untuk siap sedia dalam kegiatan Ujian Nasional Berbasis Komputer 2016. Setelah beberapa kali permohonan, akhirnya saya diberikan izin berangkat dengan syarat berbagi tugas dengan tim saya yang lainnya di Tim Persiapan UNBK 2016. Akhirnya, saya membeli tiket pesawat Air Aia QZ 200 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Kuala Lumpur, Malaysia untuk keberangkatan hari Senin, 4 April 2016.


Saya berangkat dengan dua teman saya, yang sama-sama guru, Harmoko – guru Geografi, dan Siti, guru Bahasa Jerman, serta satu siswa yang mengundang kami, Nurmalini Hasan, biasanya dipanggil Ninin.


4 APRIL 2016

Harmoko di Bandara Kuala Lumpur
Setibanya di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, kami dijemput oleh kakak Ninin, yang juga adalah siswa kami juga, Nurasyikin, yang biasa kami sebut Sikin. Kami sudah ditunggu oleh ibu Hasan, ibu mereka di pintu keluar Bandara. 

Lalu, kami langsung menuju restoran Melayu di sekitar Bandara. Saya memesan Fish & Chips (Standar sih emang, bukan malah beli yang khas, cuman yang khas juga bisa gampang ditemukan di Indonesia, jadi ya sama aja lah ya), sedangkan kawan saya memesan Nasi Lemak dengan Rendang. Makanannya murah, cukup terjangkau untuk makanan enak di sekitar Bandara (Jika dibandingkan dengan harga makanan yang ada di Bandara Soekarno-Hatta).



Nasi Lemak Rendang
Setelah kenyang dengan menu makan siang, kita sudah disiapkan satu bis besar, yang seharusnya bisa menampung kurang lebih 40 orang. Sayang sekali, ternyata setelah masuk Bis, penumpang hanya bertiga belas saja, yang terdiri dari 10 orang anggota keluarga Pak Hasan dan 3 dari kami. Tadinya, keluarga Hasan mengundang kawan-kawan mereka yang ternyata kebetulan berhalangan hadir.

Cuaca di Kuala Lumpur sangat panas, lebih panas dibandingkan bahkan Jakarta.


Di dalam Bis, kami disuguhi dengan kue Pastry berupa kue fla durian dan yoghurt. Saya lebih senang rasa durian, karena isi duriannya ga tanggung-tanggung, gak asal fla juga, jadi it tasted like the real durian.


Kue Fla isi Durian / Yoghurt
Perjalanan akhirnya dimulai menuju masjid besar Kesultanan Diraja Malaysia. Luas dan megah. Indah dan menakjubkan.

Cuaca sudah agak mendung, syukurlah, sehingga tidak terasa terlalu panas, tetapi tetap saja gerah.



Kami sempat beberapa kali foto dan hasilnya lumayan. Kami mencoba melihat sekeliling, tetapi tidak ada yang terlalu menarik sehingga kami memutuskan langsung berangkat ke Hotel.



Kami tinggal di Alpha Genesis Hotel di sekitar jalan Tingkat Tong Shin, Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Kamarnya cukup luas, nyaman, dan dekat dengan pusat keramaian kota.
Kamar Hotel Alpha Genesis KL


Setelah unpacking, kita berencana untuk makan durian di pasar malam sekitar Bukit Bintang. 

Lampion yang menggantung tampak cantik. Kerumunan orang-orang yang mencari makan malam, jajanan, serta benda-benda terjangkau di sekitar pasar malam menjadi daya tarik sendiri.

Rasanya di setiap sudut menjajakan makanan terjangkau yang tak rugi jika setiap ringgit di dompet saya belikan.

Buah-buahan segar, camilan hangat yang masih mengepul, serta senyum-senyum para pedagang kaki lima yang siap menerima kedatangan pengunjung setiap saat.

Pasar Malam Bukit Bintang KL
Mata kami tertuju pada tumpukan durian besar yang harumnya pun sudah menarik paksa. Tak kuat menahan rasa cinta, akhirnya kami memutuskan untuk berkunjung dan mulai memilah sembari menawar dengan harga yang sesuai.

Setelah beberapa kali menawar harga, akhirnya cocok di harga RM 300, yang bagi saya itu sangat mahal. Tetapi, apa daya, kita hanya tinggal duduk dan menyantap dengan nikmat, tanpa perlu memikirkan biaya.

Rasa duriannya sungguh memuaskan. Rasa sedikit pahit dan manisnya menjadi sebuah ramuan tersendiri.




Durian

Kami melanjutkan berkeliling dan mencari makan malam. Saya sudah terlalu kenyang dengan daging durian, sehingga saya hanya makan malam sedikit. Iya, hanya sedikit, karena biasanya saya rakus kalau lagi jalan-jalan.

Perjalanan untuk hari pertama selesai dan kami kembali menuju hotel untuk beristirahat, karena hari kedua akan lebih seru lagi, jadi harus persiapkan stamina, biar ga cemen.


5 APRIL 2016


Hari kedua, kita sarapan lebih awal di restoran hotel.

Menu nya lumayan cukup beragam. Yang paling penting, ga takut ga halal. Insha Allah, kalau kata Maher Zain mah

Rombongan yang lain pun sudah siap dan kami berangkat menuju Petronas - Twin Tower. Sejujurnya, dari semua tempat yang hendak dikunjungi, hanya satu tempat ini yang buat saya cemen. Bagaimana tidak, naik Bianglala atau Ferris Wheel saja saya sudah mati gaya, pucat pasi. Saya takut ketinggian, wahai pemirsa sekalian. Tetapi bagaimanapun juga, saya tidak mau mengecewakan diri sendiri dan rombonngan lainnya. Jadi terpaksa saya akan ikut ke atas.



Ternyata, sebelum ke Twin Towers, kami menyempatkan diri dulu singgah di KL Tower. Ya, sama-sama gedung tinggi, meskipun lebih rendah, tetapi akhirnya Pak Hasan memutuskan tidak perlu naik, cukup nanti saja di Twin Towers, ajaknya. 






Untuk tiket masuk, bagi saya, harganya masih wajar dan terjangkau, sekitar RM 68. Harus mengantri tiket dan giliran, karena tidak bisa sekaligus menuju lantai 86. Ya, 86 lantai itu tinggi banget, kan? Bismillah aja lah saya mah.

Selama naik lift menuju ke atas, saya cukup cemen karena saya memegang erat teman saya, Moko. Sedangkan yang lainnya, mendapatkan kesempatan untuk bisa menertawakan tingkah laku bodoh saya. Terasa tekanan yang cukup besar pada telinga ketika hampir mencapai puncaknya. Kami berhenti di lantai 84 dan melanjutkan ke lift berikutnya.



Sesampainya di atas, saya sudah merasa sedikit pusing, ingin muntah rasanya. Tapi, melihat bocah kecil di dalam rombongan yang berlari kesana kemari tanpa rasa takut, membuat saya menjadi lebih malu lagi, malah jadinya tak mau kalah. Lalu perlahan, saya mencoba mendekat jendela. Tak ayal, saya kembali ke tengah ruangan dan menjauhi jendela. 


Di dekat jendela, ada tempat duduk nyaman. Saya memutuskan untuk duduk saja di sana. Beberapa kawan dari rombongan menanyakan keadaan saya dan meminta saya untuk berdiri di dekat jendela. 

“Indah, loh.” 

Ya, umunya mereka berkata seperti itu. Sebenarnya indah pemandangannya. Tapi kaki saya terlalu geli untuk berdiri di sana.

Setelah beberaa waktu, akhirnya saya agak berani mendekati jendela. Tak terasa, sudah 15 menit, itu jatah kami untuk di atas gedung Petronas, dan kami harus menyelesaikan tur kami dan kembali ke bawah. Alhamdulillah.

Siti - Saya - Ninin - Bu Hasan
Lantai 86 Petronas / Twin Towers KL
Harmoko - Siti - Saya

Setelah banyak kalori yang terbakar, kami kelaparan. Kami diberikan waktu untuk eksplorasi dan mencari makanan yang kami kehendaki.

Kami bertiga memutuskan menuju food court di Petronas Tower untuk mencari makan siang.

Sekali lagi, kami ternganga meilhat harga menu-menu yang sangat terjangkau, jika kami bandingkan lagi dengan harga makanan ala Mall di Indonesia, terutama Jakarta. Kami berkeliling, mencari menu yang mungkin sedikit nyeleneh di sana, tetapi karena sudah terlalu keroncongan, kami memutuskan untuk mencari yang paling pendek antriannya.

Rakus kan?
Saya memesan Mozarella Pizza, yang lainnya memesan Lasagna, Nasi Biryani dengan daging kambing, dan Es Krim. Kayak bocah ya, tapi yang penting fun!



Lepas makan siang, kamu berangkat menuju pusat oleh-oleh cokelat Malaysia, Beryl’s Chocholate Kingdom, yang katanya terkenal (Jalan Utara, 55100 Kuala Lumpur). 

Chocolate Kingdom
Siti & Harmoko

Lalu, jalan lagi menuju Dataran Merdeka di Jalan raja, Kuala Lumpur.

Dataran Merdeka KL
Lanjut menuju Muzium Kesenian Islam Malaysia di Jalan Lembah Perdana, Kuala Lumpur. Yang menarik di sini adalah, selain sejarah Islamnya di daratan Asia, tetapi miniatur masjid-masjid spekatakuler dari seluruh dunia.







Setelah ngisi otak di Musium, kita berangkat menuju I-City Selangor. Tempatnya cukup jauh jika menggunakan Bis. Sekitar 2 jam perjalanan dari Muzium Kesenian Malaysia. 

Red Carpet Ala Madame Tussaud
Tomyam Seafood Ala Portugese
Cumi Cabe Hijau Ala Portugese
Ada beberapa atraksi yang bisa dicoba ala-ala Trans Studio, tetapi kami tidak tertarik karena banyak dari mereka untuk anak-anak kecil.


Tak lama juga kita habiskan waktu di sana, sehingga kita memutuskan untuk kembali ke hotel.


Ini adalah malam terakhir kami di Kuala Lumpur. Esok hari, kita akan langsung berangkat menuju Melaka. Kami akan tinggal disana selama, mungkin, 2 malam.


Kami menyempatkan diri ke toko kelontongan terdekat. Hendak membeli minuman kaleng yang pernah kami beli di Singapura dulu, namanya D’Best Winter Melon alias Minuman Kaleng rasa buah Kundur. Our Favorite, for sure! Kami juga menemukan es potong rasa durian dan cendol, kan enak tuh sambil jalan menyusuri jalanan menuju hotel.



6 APRIL 2016


Keesokan harinya kami berangkat menuju Royal Selangor di Setapak Jaya, tempat kerajinan tangan dan juga tak disangka adalah perusahaan pewter terbesar di dunia, terkenal karena desain inovatif dan keahliannya untuk membuat barang yang diinginkan dengan pewter yang berharga ini.



Sticker masuk ke Royal Selangor - Pendukung Jerman


Hasil Karya Otentik Royal Selangor
Proses Penempaan di Royal Selangor
Kami lanjutkan perjalanan menuju Batu Cave. Sebelum kami menjelajahi Batu Cave, kami mampir dulu ke sebuah restoran Pakistan yang menyajikan nasi Biryani. Sekali lagi, it’s our favorite. 


Sebagai informasi, Batu Cave adalah bukit kapur, yang memiliki serangkaian gua dan kuil gua, terletak di distrik Gombak, 13 kilometre utara dari Kuala Lumpur, Malaysia. Ini mengambil nama dari Batu Sungai Batu Sungai atau, yang mengalir melewati bukit. 



Hena Tatoo


Royal Pool - Ikannya gede-gede
Seru main sama burung merpati
Tempatnya menyenangkan, luas, serasa di negeri Gajah Putih, Thailand karena patung berwarna emasnya. Cuaca yang tidak mendukung membuat sebagian dari kami tak sempat mendaki 272 tangga hingga ke gua. Karena gua, jadi kita dapat melihat banyak kelelawar ukuran cukup besar yang wara-wiri dari satu dinding bukit ke dinding lainnya. Selain itu, banyak merpati di sekitar lapangan, sehingga banyak wisatawan asing lainnya membeli beberapa bungkus jagung untuk diberikan pada mereka. Serasa di Eropa lah, lumayan.


Lepas dari Batu Cave, kami melanjutkan perjalanan menuju Melaka. Kami tiba sore hari, sekitar sebelum maghrib. Tempat yang paling pertama kami sinnggahi adalah Masjid Selat Melaka.Bangunannya mengingatkan saya pada masjid-masjid ala Melayu, seperti yang ada di Medan, Riau, bahkan Masjid Raya Aceh. Melayu selalu khas dengan warna kuningnya, itu yang membuat saya terpesona. I love yellow.

Masjid Selat Melaka
Setelah beberapa saat, kami bergegas menuju Hotel kami di Melaka. Kami menginap di Estadia Hotel. Ada hal yang menarik tentang Melaka dan orang Riau yang saya dengar dari Pak Hasan sendiri. Melaka memiliki Rumah Sakit yang popular di kalangan warga Pekanbaru khususnya. Karena pelayanan kesehatan di Indonesia, tidak hanya buruk dan mahal, tetapi juga tak memuaskan, maka konon, banyak warga Riau dan sekitarnya, lebih memilih berobat ke Melaka dibandingkan di kotanya sendiri. Selain harga yang reasonable, pelayanan kesehatan dan alat yang mumpuni menjadi faktor utama mengapa banyak Rumah Sakit di Pekanbaru ditinggalkan. Sentilan yang bagus, bukan?

Kamar Hotel Estadia Melaka
Room View Hotel Estadia - Hotelnya tidak menjulang tinggi
Hotel Estadia adalah Hotel yang bagus dengan kisaran harga yang wajar dan cukup terjangkau, jika, dan lagi, dibandingkan dengan hotel yang ada di Indonesia. 


Kami sudah ditunggu oleh rombongan untuk pergi makan malam. Kami diajak menyantap makanan Indonesia di sekitaran hotel, namanya Wong Solo. Agak kalap sih sebenarnya selama makan di Malaysia. Karena harganya murah dan menu yang ditawarkan sangat beragam. Tak hanya itu, halal yang paling penting.



RM Wong Solo Melaka
Menu di RM Wong Solo Melaka

Setelah puas menyantap hidangan laut dan racikan menu ala Solo di Melaka, kami berkeliling menikmati udara malam di Jalanan Melaka. Yang menarik adalah becak hias yang sangat mencolok. Suara nyaring musik yang menghentak menjadi hal yang menonjol lainnya. Kamu bisa berkeliling di jalanan utama Melaka dengan menggunakan becak ini. 


Becak Heboh Ala Melaka
Tak ingin melepas malam dengan begitu saja, kami memutuskan untuk mencari tempat karaoke di Mall dekat Hotel. Tampak aneh jika melihat karyawan perempuan menggunakan jilbab tetapi dengan kaus bertangan pendek. Apakah ini disebut budaya?

Harga Karaoke di Melaka lebih murah dibandingkan di Indonesia. Bahkan harga tersebut sudah temasuk camilan dan satu pitcher minuman bersoda.

Waktu sudah larut, kami pun memutuskan untuk beristirahat.


7 APRIL 2016


Pagi harinya, kami sudah merasa lapar. Restoran di Hotel Estadia sangat mewah. Beragam menu ditawarkan, baik Asia maupun Barat. Pagi-pagi sudah cukup kalap, maklum agak ndeso, jadi kami sarapan seperti orang yang dah lama makan enak.

Gedung Kemerdekaan Melaka


Siang ini kita akan berkeliling Melaka. Pertama-tama menuju Istana Kesultanan Melayu. Di dalam Istana, kita dilarang menggunakan alas kaki. Bangunannya seperti banguna rumah khas Minangkabau, rumah gadang. Kami juga menemukan beberapa ilustrasi tentang hokum kerajaan, yang tentunya berlandaskan islam/syariah. Beberapa diantaranya yaitu jika ada yang ditemukan mencuri, maka tangannya dipotong, dan lain sebagainya.
Istana Melaka
 








Kamar Sultan Melaka
Masih di satu lokasi yang sama, di sebelah timur, kami mendaki ke atas bukit yang menawarkan semacam benteng, penjara, makam semasa jaman penjajahan Portugis.
 




Penjual Souvenir di sekitar area rekreasi
Pemandangan dari atas lokasi - Makam dan Penjara lama - 
Tampak Menara Taming Sari


Penjara - Di tengan ruangannya 
ada lubang Bangsal bawah tanah




Menara Pengawasan
Disana, saya menemukan pula pohon Melaka, buahnya seperti buah cereme. 

Buah Melaka

Ke luar dari Istana Kesultanan Melaka, saya menemukan satu buah Gereja yang telah berdiri sejak tahun 1753, Christ Church Melaka.






Warnanya merah hati, masih sangat terawat dan kokoh. Bangunannya cantik. Di sekitarnya banyak penjual cinderamata dan berjajar becak mencolok yang semalam kami temukan. Bedanya, karena siang hari, lampunya tidak dioperasikan. 


Siang itu terik sekali, akan melegakan jika bisa menikmati es atau minuman dingin. Kami menemukan beberapa pos penjual es krim dan cendol. Kami singgah di Es Cendol Jam Besar di samping sungai Melaka. Seger banget. Sungainya tidak berbau seperti di Jakarta, es nya enak, udaranya bersih, tidak terlalu padat penduduk, kendaraan tidak terlalu banyak, dan harga terjangkau. Sempurna kan?


Es Cendul Ketan Hitam


Es Cendol with Ice Cream

Kami melanjutkan jalan-jalan kami menyusuri pinggiran sungai Melaka. Kami menemukan kincir air using, yang malah terkesan otentik.


Ada perahu yang mengangkut wisatawan, mereka tampak bahagia. Kayaknya bakalan lebih seru kalau kita naik nanti malam. 


Di seberang, tampak satu hotel mewah Casa Del Rio Melaka. 


Yang selalu menarik saya adalah ketika ada papan pengumuman atau informasi, saya selalu tergelitik betapa lucunya bagi kami orang Indonesia, bahasa Melayu yang sangat baku yang digunakan oleh Malaysia.



Dari kejauhan, tampak perahu besar menjulang tinggi besar. Itu adalah Muzium Samudera. Tiketnya pun sangat terjangkau. 

Muzium Bahari Melaka
Harga Tiket dan Jadwal Buka Muzium Bahari Melaka
View dari Muzium Bahari Melaka


Capek juga, enaknya duduk santai dulu deket blower, adem...


Miniatur Kapal Laut Jaman dulu
Setelah puas, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat makan yang terdekat. Tak terasa, sudah hamper maghrib. Kami memutuskan kembali ke Hotel. Malam harinya, kita mampir di sebuah restoran yang menawarkan masakan timur, terutama menu Pakistan. Banyak sekali menu yang membuat kita meneteskan air liur, terutama hidangan lautnya (apalagi kepiting merahnya itu loh, sampe-sampe ga inget buat didokumentasikan.. haha).

Sorenya, kita menemukan penjual buah-buahan di belakang hotel. Pak Hasan langsung memesan 4 buah durian. Buah durian yang pertama cukup lezat, tetapi sayangnya tiga buah lainnya hambar.

Papah Halif - Pak Hasan - Ibu Hasan - Sikin - Siti - Harmoko

Kami berangkat menuju Mall untuk membeli koper. Sesungguhnya bukan kami yang berniat membeli koper, tapi keluarga pak Hasan. Tampaknya mereka membeli sangat banyak oleh-oleh untuk dibawa ke Bengkalis. Tak disangka, kami pun mendapatkan koper mewah per orang satu. 

Koper kesayangan
Anugerah terindah yang pernah ku miliki, ala Sheila On 7. Terima kasih sekali untuk keluarga pak Hasan. 


Sementara kami menyimpan koper yang baru dibeli ke Hotel, rombongan lainnya menunggu di dekat sungai Melaka.


Waktu itu sudah cukup gelap, mungkin sekitar jam 7 malam. 

Hotel Melaka di Malam Hari
Kami membeli tiket untuk naik kapal sungai Melaka. Sayang sekali tidak mendapatkan tempat duduk yang on the spot agar bisa menikmati sungai dan lampu-lampu di malam hari. Sebagai gantinya kami mendapatkan tempat duduk bersama gadis-gadis cantik oriental, yang heboh dengan bahasa mandarin mereka.



Ini gadis oriental depan saya, pake short pant lagi, subhanallah... (cantik mak)


Fotonya kurang bagus, bagus langsung lihat, seriusan!



Setelah menikmati sungai Melaka, kami pergi menuju Melaka Taming Sari. Ternyata ini salah satu tempat kegemaran saya. Meskipun  saya takut ketinggian, tapi ini adalah pilihan yang menarik untuk bisa melihat kota Melaka dari atas. Disediakan pula teropong genggam sehingga kita bisa menyaksikan semuanya dari dekat.

Menara Taming Sari Melaka

Melaka sangat indah dari atas sini. Cek videonya di Malam di Melaka


Setelah puas menikmati Melaka, esok hari kami akan menyebrang menggunakan kapal feri kecil menuju Pulau Bengkalis. Seru, kan?



8 APRIL 2016


Kami check out sekitar pukul 10 pagi dan berangkat menuju pelabuhan Melaka. Kapal berangkat pukul 4 siang, sehingga kami menunggu cukup lama di pelabuhan.


Saya - Siti - Harmoko - Halif
Perjalanan menuju pulau Bengkalis cukup menyenangkan bersama bocah cerdas bernama Halif. Kami pun bisa pergi ke luar feri untuk menikmati angin laut yang kuat. 


Sambil menikmati matahari tenggelam, saya sungguh sangat berterima kasih untuk perjalanan yang berharga ini.



Tiba di pulau Bengkalis, kami memerlukan kurang lebih satu jam perjalanan untuk tiba di rumah keluarga pak Hasan. Rumahnya megah dan luas. 

Pelabuhan Pulau Bengkalis
Kami sempat berbincang sejenak sambil melepas lelah. Lalu saya pamit duluan untuk beristirahat. Besok akan dilanjutkan menuju Pekanbaru. Another adventurous trip!


9 APRIL 2016


Pagi-pagi kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Pekanbaru. Kami singgah di sebuah rumah makan sederhana, yang menyajikan bubur khas Bengkalis. 

Bubur Khas Bengkalis
Rasanya gurih dan enak. Lumayan buat isi tenaga biar gak masuk angin.


Perjalanan dari Bengkalis ke Pekanbaru cukup lama. Kami harus menyebrangi laut dengan feri menuju kota Sungai Pakning selama kurang lebih dua jam.





Lalu kami singgah di Siak. Di sana, kami disuguhi oleh Istana Melayu lainnya, yaitu Istana Siak.

Istana Siak





Pusat Kerajinan Tangan Istana Siak
Selama perjalanan dari Siak menuju kota Pekanbaru, kami melihat perkebunan sawit yang begitu luas.


Kami sempat berhenti sejenak di pinggiran sungai Siak.



Setibanya di kota Pekanbaru, kami beristirahat sejenak. Lalu kami mencari makan malam di Mall Pekanbaru. Untuk mengakhiri malam, pak Hasan mengajak kami untuk menyantap durian lokal di sekitar Jalan Sudirman. Menurutnya, durian lokal tidak seenak durian yang pernah dicicipi di Malaysia maupun di Melaka.


Lalu kami pulang dan beristirahat untuk mempersiapkan perjalanan pulang besok kembali ke Bogor.

Perjalanan yang sangat menyenangkan. Sungguh bisa berharap kembali ke Melaka.


Terima kasih keluarga besar Bapak Hasan Basri untuk kesempatannya.


2 comments:

  1. Luarbiasa. Ternyata si Om ini suka menulis. Hi Mr.Achdi how is it goin on you?
    Lamaa ta bersua ya. Masih di SMA dwiwarna?
    bisa lah kalo sempat kunjungi blog saya rizqifirdaos.wordpress.com hehe

    ReplyDelete

Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.

Powered by Blogger.