KESAN PERTAMA DI SMA DWIWARNA
Kampus yang indah. Luas dan hijau. Rapih dan tertib. Segar di
pagi matahari senyumnya lebar. Walaupun masih lelah selama tiga jam kurang
lebih perjalanan dan kedinginan bersama debu-debu pantat truk-truk gandeng dari
perbatasan Sukabumi menuju kota Bogor, aku puas bisa berada di sini. Sekolah di
mana aku bisa membentuk karakter ku menjadi pendidik yang lebih solutif
terhadap pendidikan Indonesia yang semrawut. Institusi yang mampu membuatku
lebih mencintai pendidikan. Bahkan, ku harapkan, bisa membimbing ku menjadi
pribadi yang lebih mandiri dan handal. Sangat tinggi cita-cita ku sehingga aku
benar-benar ingin mengabdi pada yayasan pendidikan yang ku harapkan lagi bisa
terbebas dari sistem dan cara pandang pendidikan asal cetak ala pemerintah yang
habis biaya dan dana pembangunannya oleh tangan-tangan kotor ala koruptor.
Sejenak ku lepaskan dahaga dengan menghirup kembali udara
segar diantara dedaunan dan pohon rindang yang menghias di sepanjang jalanan
menuju lobi sekolah. Seluruh siswa tampak sudah siap dengan perhelatan upacara
bendera yang akan segera dilaksanakan kurang lebih 10 menit lagi. Aku pun harus
bergegas dan berbaris dengan rapi sesuai dengan ketinggian masing-masing
peserta upacara. Dan aku begitu maklum pada diri ku sendiri bahwa sudah
selayaknya dari semenjak sekolah di SMP hingga sekarang pun posisi ku selalu
berada di depan, paling belakang pun hanya dua hingga tiga baris dari depan.
Tak apa lah, setidaknya aku bisa menyaksikan upacara pengibaran bendera dengan
seksama dan jelas. Hingga akhirnya aku memberanikan diri untuk masuk dalam tim
pengibar bendera sekolah dan mulai mengenal banyak kegiatan dan bentuk-bentuk
organisasi. Bahkan sungguh bersyukur, ku temukan pula sahabat-sahabat karib ku
di sana.
Sudah lebih dari 9 tahun lamanya aku tidak bergelut dengan
matahari pagi. Berdiri dengan tegap dan berbaris rapi untuk melaksanakan
upacara pengibaran bendera. Aku pun tersenyum dengan puas bahwa akhirnya aku
bekerja sebagai guru normal yang melaksanakan kegiatan pagi dan berinteraksi
dengan banyak siswa. Mungkin aku masih menikmati masa-masa transisi ku dari
pekerjaan ku sebelumnya. Sehingga aku masih bisa merasakan betapa indahnya
perubahan ini. Meskipun sejujurnya aku belum tahu akan seperti apa nanti aku
mengajar di kelas.
Dua hal yang paling ku tunggu-tunggu ketika pelaksanaan upaca
pengibaran bendera berlangsung, yaitu pembacaan teks UUD 1945 dan formasi
pengibaran bendera pusaka. Seperti menyaksikan penampilan ku di masa-masa SMA
dahulu. Mengingat kembali memori ketika aku menjadi siswa dan berteriak lantang
hingga akhirnya ketika pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 2 aku sering
mendapatkan pujian dari guru Bahasa Indonesia ku. Aku sungguh bangga dan puas
dengan hasil jerih payah ku saat itu. Dan yang terlintas di benak ku adalah aku
ingin sekali bergabung dengan pasukan pengibar bendera sekolah dan menjadi,
mungkin, salah satu pembimbingnya. Tapi karena aku masih baru, hendaknya aku
melihat situasi dan kondisi dulu. Tak perlu buru-buru karena aku takut menjadi
orang yang sok tahu. Wah, tak ku sangka banyak juga rencana-rencana terpendam
ku untuk sekolah ini. Mungkin aku akan masuk ke Klub Bahasa Inggris sekolah
jika ada. Bahkan klub teater jika memungkinkan. Atau klub sastra jika perlu aku
bangun di sekolah ini. Ingin segera ku puaskan semua cita-cita idealis ku saat
ini, selama masih memungkinkan.
Selama proses upacara bendera berlangsung, aku tidak
mendapatkan kesan yang begitu baik terhadap sekolah ini karena dimulai dari
fals nya lagu wajib hingga lagu mars sekolah itu sendiri. Pembacaan UUD 1945
yang perlu diulang hingga berkali-kali. Bahkan banyak siswa yang meminta izin
untuk masuk ke UKS. Dan akhirnya aku hanya mengernyitkan dahi keheranan. Tapi
aku tak berani menilai sekilas karena aku yakin ini pertama kalinya aku tiba di
sekolah ini jadi masih ada kemungkinan ada prestasi yang bisa mereka tunjukkan
di masa depan.
Upaca bendera pun usai dan sekarang aku masih canggung untuk
menyapa rekan-rekan kerja ku. Tetapi jika aku tak berani menegur mereka, aku
akan dianggap sebagai pengajar baru yang siap tanpa kawan kerja. Beruntung
banyak dari mereka yang begitu ramah menyapa dan menerima tawaran ku untuk
berkenalan. Aku menjadi tidak terlalu merasa asing. Meskipun terlalu tidak
asing bagi ku, yang pada akhirnya dikerjai ketika tak lama di ruang guru ku
tinggalkan tas dan berkas-berkas KTSP ku di atas meja. Mulai dari ada satu guru
wanita yang keras kepala tidak mau meja nya aku gantikan, hingga satu guru
lelaki senior yang menyebutku langsung dengan panggilan “superman.” Bahkan
sampai saat ini aku bertanya pada beliau, aku masih belum mendapatkan jawaban
mengapa disebut dengan nama salah satu tokoh superhero itu. Tak apalah ku pikr.
Ini sebagai langkah awal bahwa aku sudah diterima dengan baik oleh rekan-rekan
sejawat ku. Meskipun sedikit aneh, tetapi aku harus terbiasa.
Aku senang. Banyak hal baru yang bisa ku peroleh dari sekolah
ini. Tidak hanya fasilitas yang mumpuni, tetapi juga rekan-rekan kerja yang
kooperatif, sekaligus pandai. Aku bisa banyak belajar dari mereka. Selain itu
pendalaman agama yang akan membuatku semakin mendekatkan diri pada tuhan. Sang
pencipta, Allah SWT. Yang ingin ku laksanakan di hari pertama adalah
mengunjungi perpustakaan sekolah. Ingin segera ku telusuri satu persatu buku
yang ada. Tanpa lagi harus kebingungan mencari sumber bacaan. Perpustakaannya
begitu asri, meskipun tidak damai pada kenyataannya. Karena ketika beberap
siswa mendapatkan tugas untuk mencari sumber bacaan di perpustakaan sekolah,
mereka cenderung berdiskusi tentang banyak hal, dan meskipun pada akhirnya
mereka habiskan waktu untuk bercengkrama dengan kawan-kawannya. Belum lagi
ketika guru perempuan bersua di sana, maka akhirnya banyak hal dimulai dari
masakan hingga gossip-gosip up to date
lainnya bergaung di sana. Ya tampaknya aku masih berada di Negara Indonesia
tercinta di mana perpustakaan menjadi tempat berdiskusi banyak hal yang paling
menyenangkan.
Ada satu lantai, ku sebut sebagai panggung biru, karena
karpetnya berwarna biru dengan banyak ensiklopedi Americana atau sejenisnya yang berwarna sejenis biru pula. Ini
tempat paling nyaman yang ada di seluruh sekolah ini, meskipun aku belum
menjelajahi setiap pelosok sekolah ini. Jarang sekali siswa atau bahkan
pengunjung yang menghabiskan waktunya di panggung biru. Sering aku menghabiskan
waktu setelah shalat dzuhur dan tidur siang disana. Atau bahkan pelesiran di
dunia maya bersama netbook baru ku. Kadang aku membaca buku sambil tiduran
seperti di kamar pribadi sendiri. Cukup menyenangkan mendapatkan spot pribadi
yang jarang dikunjungi oleh orang.
Buku yang selalu menarik minat ku adalah satu bagian di pojok
rak buku yang memuat banyak novel yang cukup menggiurkan selera baca ku. Ku
telusuri satu persatu novel yang hendak aku baca saat itu. Ada karya-karya
feminis reformasi ala Ayu Utami, bahkan Djenar Maesa Ayu. Hingga kumpulan Novel
Harry Potter dan seri twilight berjejer menghiasi koleksi-koleksinya. Aku
semakin bergairah untuk banyak menghabiskan waktu di perpustakaan.
Besok adalah hari pertama ku untuk mengajar tetapi aku belum
mempersiapkan sedikit pun bahan materi yang hendak aku ajarkan. Aku pikir lebih
baik santai dulu bersama siswa dengan sesi perkenalan antara guru dan siswa
bisa menjadi pilihan. Aku selalu diminta untuk menjadi seorang guru yang professional terhadap siswa. Tanpa
terlalu sering bercanda, tetapi lebih banyak materi yang disampaikan. Tetapi aku
pikir setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam menentukan cara. Ada
patokan memang dalam kenyataannya dalam proses belajar mengajar di kelas,
tetapi pembawaannya tetap kembali pada guru yang mengajarkan. Ketika seseorang
dituntut dengan proses yang dipaksakan maka hasilnya akan nihil karena guru
akan merasa dikendalikan oleh teori. Jadi saya berkeyakinan bahwa saya tahu apa
yang akan saya lakukan nanti dan tentunya tanggung jawab ada di tangan saya.
No comments:
Silahkan tinggalkan pesan atau komentar yang membangun untuk penulisan/karya yang lebih baik. Terima kasih.